Langkah kaki menelusuri jalan panjang penuh lubang
dan berdebu, panas terik matahari setia menemani langkah kami berdua, tetes-tetes keringat
berguguran membasahi setiap ruang kosong tubuh ini, terus dan terus melangkah
sampai terlihat sebuah kubah masjid dari
kejauahan, lega dan gembira perasaan kami berdua tak sia-sia langkah kami
berdua untuk mencari ”mencari sesuatu yang kadang tak perlu dicari “ , sempat
kami melihat satu keluarga kecil yang sedang menunggu penuh penantian di tepi
sungai sambil sesekali melihat umpan yang mereka pasang, tidak begitu lama
umpanpun ditarik, betapa senang keluarga itu melihat di ujung kail mereka telah
terjerat seekor ikan pelus (sidat), senyum
ikhlas mengembang di bibir mereka, hati
ini menjerit sedih, senang, iri bercampur menjadi satu di barengi tetes air
mata yang mengalir pelan ke pipi, hati ini terus menggumam betapa bahagianya
keluarga itu, mereka bisa tetap tersenyum ikhlas dalam keterbatasan, sekilas di
benakku teringat berita kemaren di benda kotak yang mengeluarkan suara dan
gambar, ketika sebuah keluarga yang serba kecukupan tapi tanpa ada kebahagiaan,
sang suami korupsi dan mengumbar cinta ke wanita lain. Suatu pelajaran besar
yang dapat aku peroleh di hari yang panas di tepi jalan berlubang dan penuh debu berterbangan ini, puji syukur
aku ucapkan kepada ”sang pencipta” atas semua yang telah diberikan kepada ku.
Langkah kaki kami lanjutkan, matahari
semakin gagah berdiri di puncak tahta, keringatpun semakin meluncur deras saling
berlomba meluncur ke pusat bumi, langkah kami terhenti di persimpangan jalan,
terlihat rumah penduduk yang semakin jelas, langkah kami terus kami percepat
sembari penuh harapan ada penduduk yang baik hati member kami minum,tanpa
sengaja mata ini terfokus di parit kecil di samping jalan, melihat ikan gabus
yang cukup besar,dan udang-udang kecil yang menari ceria di parit tepi jalan, lelah
yang tadi kami rasakan tiba-tiba menghilang
karena tarian-tarian kecil si udang.
Tak berapa lama bayangan sungai-sungai tercemar yang selama ini sering terlihat
merusak benak ku, sering kali aku melihat sungai tercemar di setiap hari ku,
bagaimana tangan-tangan itu tega melukai makhluk tak bersalah itu, dia hanya
berusaha mengalir menuju kampung halamannya, tapi, tapi kenapa, tangan-tangan
itu berusaha membunuhnya secara
perlahan. Pertanyaan ini hilang bersama langkah kaki kami menuju rumah kecil
sederhana yang sangat indah, seorang tua
sedang berada di depan rumah sembari membenahi
jala yang kusut, dari percakapan dengan bapak tua itu kami banyak
mendapatkan hal-hal baru, kami juga mendapatkan hal yang sangat-sangat penting
yang terus terngiang di benak ku.
Bulan
purnama menunjukan rupanya di malam ini, sinarnya membasuh wajah ku hingga
menembus hatiku, suara nyamuk memecah kesunyian dimalam ini , teringat kembali
kata-kata bapak tua kemarin, ”KAMI SUDAH
MUAK DENGAN PEMIMPIN YANG HANYA MENGOBRAL
JANJI DAN JANJI”,krisis kepercayaan yang terjadi di Negara ini memang
sudah teramat parah, bagaimana tidak para pejabat-pejabat yang seharusnya
menjadi wakil rakyat dan memperjuangkan hak dan kesejahteraan rakyat, sebaliknya
mereka dengan sadar menggerogoti daging-daging rakyat,mencabik-cabik
daging-daging rakyat, miris sekali memang fenomena yang terjadi di negeri ini, di
lubuk hati yang terdalam ingin sekali aku melihat negeri ini menjadi negeri
yang besar penuh dengan kepastian bukan penuh kepalsuan, mungkin hari ini negeri
ini masih penuh kepalsuan dimana yang benar menjadi salah dan yang salah
menjadi benar, memang kesadaran bukan sesuatu hal yang yang sulit tapi perlu di
perjuangkan.
By
:Dhe shiddiq